Kamis, 24 Juni 2010

5 Level Trainer





Sebagai seorang Trainer Coach yang banyak mengajar para internal trainer di perusahaan (corporate trainer) maupun mereka yang tertarik untuk menekuni profesi mandiri sebagai trainerpreneur, saya membedakan orang-orang yang hadir dikelas—atau berkonsultansi dengan—saya dalam lima level kemungkinan. Pelevelan ini tidak disusun berdasarkan studi dan riset yang mendalam, tetapi juga tidak turun dari langit seperti wangsit paranormal. Dasar pelevelan ini secara hipotesis mencerminkan pengalaman dan pengamatan saya sendiri selama hampir 20 tahun berkecimpung di industri pelatihan (saya memperoleh sertifikasi formal pertama tahun 1991 dari Dale Carnegie Training dengan nilai terbaik untuk angkatan tersebut).

Trainer Level 0 (TL-0) adalah mereka baru menjadi peserta program pelatihan tertentu, dan tertarik untuk suatu hari nanti menjadi trainer yang membawakan materi yang sama. Mereka belum memiliki pengalaman sedikitnya pun mengenai materi pelatihan dan baru terbuka mata budinya ketika mengikuti pelatihan untuk pertama kalinya. Umumnya minat menjadi trainer tumbuh karena mereka merasakan dampak yang luar biasa dari proses pelatihan yang diikutinya. Pelatihan itu telah mengubah hidup mereka, sekali untuk selamanya. Umumnya TL-0 ini disebut trainee.

Trainer Level 1 (TL-1) adalah mereka yang sudah pernah mengikuti pelatihan tertentu—misalnya pelatihan Teknik Presentasi Efektif atau Selling Skill—dan kemudian ikut lagi sebagai alumni sekaligus asisten trainer yang bertugas. Peran mereka terbatas sebagai orang yang sudah tahu materi lebih dulu dan bisa menjelaskan apa yang akan dialami peserta dalam sesi-sesi pelatihan. Memimpin diskusi kelompok atau melakukan energizer adalah dua peran yang galib mereka lakukan. Di lembaga pelatihan seperti Dale Carnegie Training, TL-1 ini disebut sebagai graduate assistant. Umumnya kehadiran mereka bersifat sukarela dan mereka tidak mendapatkan imbalan finansial atas keterlibatannya itu.

Trainer Level 2 (TL-2) adalah mereka yang sudah memutuskan untuk menjadi full-time trainer, menjadi professional trainer. Mereka umumnya sudah masuk dalam suatu proses pembelajaran khusus untuk mendapatkan lisensi atau sertifikasi dari lembaga yang kredibel. Sebagian di antara mereka mungkin ada yang sudah lulus sertifikasi. Namun baik mereka yang belum lulus maupun yang sudah lulus, saya masukkan ke dalam kategori TL-2 karena mereka melaksanakan pelatihan yang bersifat standar, ketat mengikuti instructor manual. Modul atau pun program pelatihan yang mereka bawakan bersifat standar dan mereka belum memiliki kemampuan untuk menyesuaikan materi guna kebutuhan spesifik klien (customizing). Dengan lain perkataan, mereka melaksanakan pelatihan sesuai dengan text-book atau instruction guide dari lembaga pelatihan yang memberikan sertifikasi atau lisensi kepada mereka. Sebagian besar internal trainers di perusahaan-perusahaan terkemuka adalah TL-2 ini. Sebagian trainerpreneur pemula yang masih dalam tahap perjuangan juga masuk dalam kategori ini. Dengan modal lisensi atau sertifikasi yang baru mereka peroleh, dari dalam atau pun luar negeri, mereka mencoba menawarkan jasanya ke masyarakat luas. Mereka masih sangat sering menggunakan istilah-istilah teknis yang memerlukan penjelasan bertele-tele, tetapi tidak memiliki manfaat praktis bagi peserta pelatihan.

Trainer Level 3 (TL-3) adalah trainer dengan jam terbang yang cukup untuk bisa melakukan berbagai proses customization sesuai kebutuhan klien atau peserta program pelatihan. Mereka bukan hanya mampu melakukan customization di dalam proses mengajar (in-class customization) untuk memenuhi kebutuhan spesifik peserta, tetapi juga bisa membuang dan menambahkan materi dari suatu program pelatihan (programme customization) untuk memenuhi kebutuhan mental-emosional pihak manajemen perusahaan—yang biasanya bukan peserta pelatihan, tetapi memiliki otoritas untuk menentukan jalan tidaknya sebuah pelatihan di perusahaan terkait. Artinya, TL-3 ini memiliki conceptual thinking yang cukup kuat dan mampu menyeimbangkan antara sistimatic thinking process dengan creative thinking process. Pada level ini berkumpul dua kelompok: pertama, para trainer-senior-gajian (internal trainers); dan kedua, trainerpreneur madya yang mulai mantap dengan pilihannya.

Trainer Level 4 (TL-4) adalah trainer dengan kemampuan merancang modul dan program pelatihan secara mandiri. Mereka tidak lagi sekadar mampu melakukan penyesuaian (customization), melainkan bisa merancang suatu program pelatihan yang baru secara lengkap (creating a new training programme). Artinya TL-4 bukan hanya mampu membuat modul pelatihan, tetapi juga mampu membuat instructor guide/manual agar pelatihan itu bisa dilakukan oleh pihak lain. Umumnya TL-4 juga telah memiliki karya tulis populer atau buku-buku berkualitas yang membuktikan kemampuan mereka berpikir secara mendalam dan konseptual. Mereka tidak lagi sekadar orang yang bisa mengutip pendapat dan pandangan pakar tertentu, tetapi juga sudah memiliki pandangan sendiri yang didasarkan pada argumen-argumen rasional yang tak mudah dipatahkan.

Kawan-kawan yang masuk kategori TL-4 adalah trainerpreneur dalam pengertian yang sesungguhnya. Mereka bukan trainer-gajian, tetapi entrepreneur dibidang pelatihan. Sebagian di antara mereka bahkan sudah berkolaborasi membangun tim kerja atau jejaring yang saling mendukung satu sama lain. Mereka secara relatif telah menemukan gaya dan metodenya yang unik untuk dikembangkan lebih lanjut.

Trainer level 5 adalah trainer dengan kemampuan melakukan standarisasi proses berpikir mereka, sehingga dapat mulai melakukan duplikasi secara sistematik untuk menjadi franchising business. Karakteristik utama mereka adalah kemampuan melakukan duplikasi diri tanpa mengorbankan kualitas pelatihan itu sendiri; dan kemampuan manajemen pemasaran yang juga terstandarisasi dengan baik. Dalam sejumlah kasus, TL-5 ini telah berhasil membangun tim kerja yang handal untuk melakukan proses penciptaan program baru dan proses pemasarannya sekaligus. TL-5 adalah trainerpreneur yang tidak saja menjadi kaya, tetapi kaya raya. Almarhum Dale Carnegie (1888-1955), Zig Ziglar, Stephen R. Covey, Anthony Robbins, Robert T. Kiyosaki, hanyalah sekadar contoh yang paling mudah disebut untuk menunjukkan sosok TL-5 ini.

Menjadi TL-5, itulah cita-cita yang pantas bagi setiap trainerpreneur di negeri ini. Cita-cita ini perlu dipancangkan dan kemudian diperjuangkan dengan gigih agar Indonesia tidak hanya menjadi ajang tempat penjualan jasa pelatihan asing. Sudah waktunya trainerpreneur-trainerpreneur yang berbakat besar untuk unjuk gigi memajukan negeri. Ary Ginanjar sudah merintisnya dengan pelatihan ESQ yang berkembang sampai ke mancanegara.

Siapakah yang siap untuk menyusul?

***

* Artikel ini merupakan bagian dari konsep materi yang disampaikan dalam pelatihan CARA CERDAS DAN PASTI: MENJADI TRAINER ANDALAN
(Sumber : Andrias Harefa)

7 Milyar !






“Berapa sih penghasilan yang bisa diharapkan oleh seorang trainer profesional di Indonesia?,” tanya seorang kawan dengan nada meremehkan profesi trainer. Ia bekerja sebagai pengusaha skala menengah dengan karyawan 100-an orang. Sebagai pemilik sebuah usaha dagang (trading company), ia sungguh tak paham siapa yang mau membayar jasa pelatihan yang ditawarkan para trainer. Baginya, trainer itu seperti pengajar sekolah atau dosen yang penghasilannya tidak menjanjikan untuk hidup secara memadai (menurut ukurannya, tentu). Saya menanggapi pertanyaannya dengan tersenyum. Belum tahu dia rupanya.


Dalam kesempatan lain, seorang pimpinan lembaga pengorganisasi pelatihan (training organizer) di Surabaya, berbisik pada saya, “Eh sudah tahu belum, trainer itu tahun lalu menambah kekayaannya sekitar Rp 7 M hanya dari kegiatan pelatihan saja. Rata-rata sebulan ia bicara di 15 pertemuan di berbagai kota besar dengan honor Rp 35 juta sekali bicara selama 3-4 jam.” Saya menanggapi bisikannya dengan senyuman. Sudah tahu dia rupanya.

Kawan lain, yang sudah fokus menafkahi keluarganya dari bisnis bicara (pelatihan) selama lima tahunan, suatu kali ditelepon mantan atasannya 7-8 tahun silam. Singkat cerita, sang mantan atasan di perusahaan lama yang sudah pindah ke perusahaan baru dan sekarang menjadi pimpinan tertinggi di perusahaan multinasional itu, memerlukan manajer senior untuk bidang teknologi dan informasi. Terkesan atas kinerja kawan saya yang menjadi stafnya di masa lalu, maka ia ingin kembali mempekerjakan kawan saya itu dengan posisi, gaji, dan fasilitas yang jauh lebih baik. Kawan saya merespons ajakan tersebut dengan berkata mantap, “Maaf ya pak. Bukan apa-apa. Tawaran gaji yang bapak sebutkan tadi adalah honor yang saya terima sekali bicara selama 2 jam di pertemuan-pertemuan perusahaan yang mengundang saya. Jadi pasti tidak menarik buat saya. Dan lagi saya sudah bosan pak mengikuti ritme kerja tak masuk akal, bangun pagi menerobos kemacetan, dan pulang malam dengan masalah yang sama juga bertahun-tahun. Sekarang saya bebas menentukan jam kerja dan penghasilan tidak kalah dengan manajemen puncak perusahaan terkemuka. Maaf lho pak, bukan sombong, cuma sharing saja.” Mantan atasannya langsung bengong dan terkagum-kagum. Mendengar cerita itu, saya menanggapinya dengan senyuman. Sudah paham dia rupanya.

Cerita yang saya pungut dari ketiga kawan di atas cukup mewakili apa yang terjadi dengan profesi trainer hari-hari ini (saat tulisan ini dibuat). Sebagian besar orang masih belum tahu bahwa trainer mulai berkembang menjadi profesi di tanah air. Berkembang dalam arti kehadirannya mulai dirasakan, meski belum cukup dipahami. Ia muncul dan menjadi subur bersamaan dengan derasnya arus pembelajaran berkelanjutan. Makin banyak perusahaan menyediakan anggaran khusus untuk proses pembelajaran pegawainya. Secara pribadipun makin banyak orang yang bersedia mengeluarkan uang dari kantong pribadinya untuk ikut seminar dan pelatihan pengembangan diri dan kompetensi.

Munculnya sejumlah nama kondang sebagai pembicara publik dan trainer di tingkat nasional telah mengangkat citra profesi yang dua dekade silam masih samar-samar terdengar. Sebut saja sejumlah nama besar seperti Hermawan Kartajaya, Handi Irawan, Gede Prama, Rhenald Kasali, Mario Teguh, RH Wiwoho, Jansen H. Sinamo, Andrie Wongso, James Gwee, Tung Desem Waringin, Anthony Dio Martin, Arvan Pradiansyah, dan sebagainya. Masing-masing membangun brand-nya sendiri, entah sebagai World Marketing Guru, Motivator No.1 Indonesia, Guru Etos Indonesia, Indonesia’s Favorite Trainer, Pelatih Sukses No.1, Pakar Perubahan, dan lain-lain. Wajah, suara, karya tulis mereka terlihat, terdengar, dan terpampang di berbagai media cetak (koran, majalah) maupun elektronik (televisi, radio, handphone, dan internet).

Melihat kiprah nama-nama besar itu dijagat nasional, mulai banyak orang muda yang kepincut untuk bisa mencantumkan namanya sebagai trainer atau pembicara publik tingkat nasional. Penampilan fisik para trainer dan pembicara publik itu umumnya mengesankan bahwa mereka memperoleh imbalan finansial yang tidak kecil atas jasa yang diberikannya. Sebagian orang menjadi sangat yakin bahwa profesi trainer dan pembicara publik telah hadir dan pantas dijadikan cita-cita bagi kaum muda Indonesia. Dengan honor bicara sangat variatif, dari sekadar pengganti uang bensin Rp 500.000,- sampai dengan Rp 70.000.000,- untuk sekali bicara antara 50 menit sampai 8 jam, profesi ini menjadi pantas untuk diperhitungkan.

Sebagai Trainer Coach yang dianggap senior oleh kawan-kawan, saya sering ditanyai orang: sesungguhnya berapa besar sih potensi penghasilan yang bisa diharapkan oleh seorang trainer atau pembicara publik pemula di Indonesia?; apa benar orang bisa menjadi miliarder dalam waktu relatif singkat melalui profesi ini?; mengapa sejumlah trainer dan pembicara publik yang cukup dikenal, rumah dan mobilnya nggak bagus-bagus amat, sementara yang lainnya benar-benar hidup berkelimpahan nampaknya?

Ketiga pertanyaan tersebut tidak memiliki jawaban yang definitif (pasti). Banyak faktor mesti dikaji dengan teliti untuk mendapatkan jawaban yang akurat. Namun bisa dikatakan bahwa antara trainer pemula dengan trainer madya, dan trainer senior memiliki rentang penghasilan yang sangat lebar. Latar belakang seorang trainer bisa amat menentukan potensi penghasilan yang akan diperolehnya. Mereka yang berlatang belakang akademis akan berbeda dengan mereka yang berlatar belakang sebagai pebisnis atau manajemen puncak perusahaan terkemuka. Mereka yang bermain di sektor privat (perusahaan) akan berbeda pula dengan mereka yang terjun ke sektor publik (media massa, BUMN, pemerintah, dan organisasi politik).

Segala macam perbedaan itu terutama terjadi karena Indonesia memang belum memiliki semacam lembaga yang punya otoritas untuk menetapkan standar honor seorang trainer dan pembicara publik. Atas kenyataan ini ada kawan-kawan yang sedang berjuang untuk membentuk asosiasi pembicara atau asosiasi trainer dan sejenisnya untuk mengatur hal semacam ini dengan meniru apa yang sudah ada di negara lain. Sementara sebagian kawan yang lain berpendapat lembaga semacam ini memang tidak diperlukan dan biarlah pasar saja yang menyeleksinya secara alamiah.

Meski tidak ada patokan baku yang bisa digunakan untuk menentukan kisaran penghasilan seorang trainer pemula, namun secara “sembrono” saya suka mengatakan profesi trainer membuka peluang untuk memiliki penghasilan dalam rentang Rp 70 juta sampai Rp 7 miliar per tahun. Angka ini tidak jauh berbeda dengan profesi lain yang juga baru hadir di Indonesia dalam satu dekade terakhir, yakni: Financial Planner. Sebab sebagian Financial Planner yang saya kenal secara pribadi memainkan peran juga sebagai trainer dalam soal perencanaan keuangan.

Bisakah seseorang menjadi miliarder secara cepat lewat profesi trainer? Ini bergantung pada “seberapa cepat” yang dimaksud. Bila cepat itu diartikan dalam hitungan hari, mungkin tidak masuk akal. Namun jika cepat itu diartikan dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, secara umum saya asumsikan bisa walau tidak mudah. Yang paling mungkin adalah menjadi miliarder baru dengan menekuni profesi trainer selama kurang lebih 10-15 tahun.

Sependek pengetahuan saya, tidak semua trainer, yang namanya relatif terkenal sekalipun, memiliki penghasilan tahunan sampai 10 digit (miliaran). Sementara gaya hidup mereka pun sangatlah bervariasi. Ada trainer yang cukup kondang namun tidak punya rumah, meski punya uang lebih dari satu miliar di salah satu cabang Bank BCA. Dengan tekad mengumpulkan uang satu miliarnya yang pertama, trainer tersebut untuk sementara waktu memilih tinggal di rumah kontrakkan, dan menggunakan jasa transportasi umum untuk bepergian. Ada juga trainer yang punya rumah dan mobil mewah bahkan sebelum ia menekuni profesi sebagai trainer, sebab ia memiliki bisnis lain.

Akhirnya, berapapun penghasilan yang mungkin dicapai oleh seorang trainer di Indonesia, tulisan ini ingin menegaskan bahwa ia telah hadir sebagai profesi yang pantas untuk diperhitungkan.
Ada yang tertarik?

————————————————————————————————-
Catatan khusus: profesi trainer (pelatih) dan public speaker (pembicara publik) sesungguhnya tidaklah sama persis. Ada sejumlah perbedaan yang bisa dikemukakan, namun untuk kepentingan tulisan kali ini, keduanya saya anggap sama dalam arti sama-sama menawarkan jasa bicara. Saya akan membahas perbedaannya nanti dalam tulisan tersendiri.

(sumber : Andrias Harefa)

Rabu, 23 Juni 2010

SUKSES walaupun latarbelakang PENDIDIKAN BERBEDA




Anwar Ibrahim adalah salah seorang yang disebut sebagai menteri keuangan terbaik di Malaysia. Ketika ia menjabat sebagai Menteri keuangan beberapa pengusaha kelas kakap Malaysia memberikan hadiah berupa jam tangan emas. ANwar Ibrahim menolak hadiah itu.

Ia mengatakan, “Hadiah ini pasti ada hubungannya dengan jabatan saya karena waktu saya belum menjabat sebagai menteri keuangan tidak ada yang memberikan hadiah seperti ini! Ini sama saja dengan suap!”.

Inilah sebabnya mengapa Anwar disebut sebagai salah satu menteri keuangan terbaik di Malaysia, karena ia jujur. Sebagai menteri keuangan terbaik apakah latar belakang pendidikannya adalah ekonomi seperti Sri Mulyani? Bukan! Latar belakang pendidikan ANwar Ibrahim adalah Sastra Arab!

Teten Masduki adalah ikon perjuangan anti korupsi di Indonesia. Di masa AKhir Orde Baru ia mendirikan Indonesia Corruption Watch yang menjadi LSM terdepan dalam pemberantasan korupsi. Sekarang Teten aktif di TI (Transparency International) APakah latar belakang pendidikan Teten adalah Fakultas Hukum? Bukan! Latar Belakang pendidikan Teten adalan IKIP jurusan Kimia.

Margareth Thatcher adalah perempuan pertama yang menjadi Perdana Menteri di Inggris. Ia dijuluki perempuan besi karena ketegasannya dalam mengambil keputusan. Ia berhasil menembus dominasi laki-laki dalam politik di Inggris dan Eropa. Ia juga menginspirasi Angela Merkel untuk maju sebagai kanselir Jerman dan akhirnya terpilih. APakah Latar belakang pendidikan Thatcher adalah politik? Bukan! Latar Belakang pendidikannya adalah jurusan kimia!

Terkadang kita menolak sebuah peluang yang bagus ke arah kesuksesan kita tapi kita menolak dengan alasan latar belakan pendidikan kita berbeda. Padahal kalau kita berniat sukses kita harus membuka mata lebar-lebar untuk semua peluang yang ada.


Nah ! apakah juga akan terjadi padaku?
(Sumber : BISA!)

Jumat, 18 Juni 2010

PELATIHAN JUNI 2010




5-6 : Training KANDIDAT MANAJER PT CIRYO Indonesia @ Tawangmangu
14/6 : "Sukses di balik UJIAN" HIMA BIOLOGI UNY
15/6 : TFT "The Profesional Trainer"
19-20 : Training KANDIDAT MANAJER PT CIRYO Indonesia @ Kendal
22/6 : TFT "The Profesional Trainer"



(Sebelumnya mohon maaf kepada beberapa pihak yang belum saya penuhi atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbagi karena sebagian waktu saya fokus dalam team Eagle Management @ PT CIRYO Indonesia -www.ciryoindonesia.com-)

Terima Kasih
tetap SEMANGAT sampai AKHERAT !

PELATIHAN MEI 2010



Pada Bulan mei jadwal mengisi saya "saya ganti" dengan petualangan saya di Kuala Lumpur Malaysia selama dua (2) Pekan. dan Alhamdulilah disana saya "diisi" oleh para Prof.DR dari Universiti Teknologi Malaysia. Semoga Bermnfaat.

tetap SEMANGAT sampai AKHERAT !

Senin, 14 Juni 2010

Aki dan Dinamo MOTIVASI


Setidaknya sekali waktu dalam hidup, pasti anda pernah mengalami suatu peristiwa yang begitu memotivasi. Misalnya ketika mengikuti seminar Andrie Wongso, anda merasa termotivasi untuk mengikuti jejaknya yang sukses karena SDTT TBS (Sekolah Dasar Tidak Tamat Tapi Bisa Sukses). Setelah mengikuti ceramah Aa’ Gym, anda seperti tersentuh dan ingin mengubah perilaku menjadi lebih baik.



Ada penyesalan mendalam terhadap berbagai perbuatan buruk yang pernah anda lakukan, ketika anda ikut zikir bersama ustadz Arifin Ilham. Atau anda merasa tersentak ketika suatu ketika kawan dekat anda divonis dokter terkena kanker paru-paru akibat kebiasaan merokok. Anda mungkin merasa, sebagai perokok, anda juga punya potensi yang sama untuk terserang kanker paru-paru. Ketika itu, niat anda bulat untuk berhenti merokok. Motivasi anda untuk meraih apa yang anda inginkan tengah berada pada titik kulminasi atas.

Manusia memang bisa termotivasi oleh berbagai peristiwa yang dialaminya. Ia berkeinginan sembuh dari kecanduan narkotika, terinspirasi oleh para penceramah atau seminaris. Ia mau bekerja keras, karena motivasinya dipompa dalam sebuah seminar. Ketika tersentuh, motivasinya tinggi sekali. Semangat menggelegak. Tapi biasanya, efeknya hanya sementara, karena sebagian besar kembali lagi ke selera asal. Ia kembali ke kebiasaan semula. Perasaan termotivasi itu lambat laun menurun kadarnya, dan akhirnya ia kembali tidak peduli.

Kasus kecanduan rokok, pelatihan yang tidak berpengaruh secara permanen, atau nasihat para pemuka agama yang tidak berhasil diimplementasikan, bermuara pada satu hal, yaitu sumber motivasi.

Ada analogi menarik dari dunia otomotif tentang sumber motivasi. Untuk menghidupkan sebuah mobil, dibutuhkan kekuatan aki. Setelah mobil sudah hidup, maka kekuatan aki sudah tidak dibutuhkan lagi, karena kekuatan sudah berpindah ke dinamo. Apabila dinamo berfungsi dengan baik, tanpa aki pun, mobil masih tetap bisa dijalankan. Mengapa harus ‘switch’ dari aki ke dinamo? Karena aki memiliki daya simpan yang relatif rendah dibanding dinamo.

Aki, adalah sumber motivasi dari luar. Dalam kehidupan manusia, aki bisa berwujud ceramah, zikir, tontonan atau kejadian, yang secara langsung membuat manusia ‘tersentuh’. Karena daya simpannya lemah, kekuatannya mudah menurun atau bahkan habis. Dinamo, adalah sumber motivasi dari dalam. Dalam kehidupan manusia, dinamo analog dengan ketetapan hati untuk meraih tujuan hidup.

Ini yang menarik. Ketika seseorang merasa termotivasi karena seminar, ceramah atau mengalami kejadian menarik, orang itu telah menggunakan ‘aki’ dalam tubuhnya. Sayangnya, ia tidak mengubah ‘switch’ motivasinya ke ‘dinamo’. Karena daya simpannya rendah, maka lama-kelamaan motivasi itu habis, dan ia membutuhkan ‘aki’ baru.

Bandingkan jika ia mengubah sumber energinya ke dinamo. Apapun yang terjadi, sumber motivasi dari dalam itu akan terus bertahan. Ketetapan hatilah yang membuat seorang Muhammad SAW teguh dengan Islamnya, sekalipun dalam beberapa tahun periode awal dakwah, pengikutnya masih sedikit jumlahnya. Ketetapan hatilah yang membuat Edison tahan menguji hampir 10.000 bahan pembuat bola lampu. Pertanyaannya, sudahkah anda menswitch sumber motivasi anda ke dinamo pribadi bernama ketetapan hati?

(jay Terorist_Dimuat di Majalah KHAlifah, Edisi Agustus 2009)

Rabu, 09 Juni 2010

Memulai BISNIS


Tiga Langkah Menuju Bisnis yang Sukses
Sebuah survey oleh lembaga penelitian internasional beberapa waktu yang lalu mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan perusahaan tidak “happy” dengan alasan mereka tidak puas dengan gajinya dan khawatir akan masa depan mereka setelah pensiun. Kenapa?

Baik. Kita langsung ke topik utama saja yaitu soal uang, yang bagi kebanyakan orang merupakan salah satu parameter ketentraman hidup. Ada tiga cara untuk memperoleh uang banyak dalam waktu singkat. Pertama, menang undian berhadiah. Kedua, dapat warisan dan yang ketiga menikahi orang kaya.

Meskipun ketiga cara itu singkat tapi kalau kita perhatikan ada satu faktor utama yang membuat ketiga hal agak sulit direalisasikan. Faktor ini adalah kontrol. Anda tidak punya kontrol kapan Anda dapat warisan atau menang undian. Nikah dengan orang kaya pun saingannya pasti berat dan butuh keberuntungan besar.

Harusnya ada cara efektif dan Anda punya kontrol disitu.

Betul – Anda perlu memulai bisnis. Cara ini lebih efektif bahkan dibandingkan dengan menyimpan uang di bank dan menyerahkan uang Anda untuk dimain-mainkan oleh fund manager.

Ada dua mentalitas dalam dunia kerja. Anda bekerja untuk orang lain atau Anda mempekerjakan orang lain. Anda bekerja untuk bisnis orang lain atau Anda memiliki bisnis sendiri.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa bekerja untuk orang lain itu adalah buruk. Banyak sekali alasan bagus untuk menjadi karyawan orang lain. Misalnya, bekerja untuk suatu perusahaan membuat Anda belajar bagaimana suatu bisnis berjalan sehingga Anda bisa membuka bisnis sendiri. Faktanya, saya pernah menjadi karyawan di beberapa perusahaan selama kurang lebih 10 tahun.

Dengan kata lain, Anda bekerja untuk orang lain sambil belajar dan dibayar untuk pendidikan Anda. Banyak orang-orang sukses yang berangkat dari bawah dengan belajar bekerja dari orang lain. Pengalaman ini yang tidak bisa dibeli. Bayangkan ketika Anda sekolah Anda harus membayar pendidikan. Dengan menjadi pekerja, boss Anda membayar biaya belajar Anda. Deal yang jauh lebih bagus kan?

Nah, sekarang kita asumsikan bahwa Anda sudah membuat keputusan untuk memulai sebuah bisnis. Anda sudah belajar dari pengalaman orang-orang lain di dunia bisnis. Sekarang Anda punya cita-cita untuk menjadi……istilahnya: pengusaha atau entrepreneur.

Definisi pengusaha adalah:

* Orang yang menjalankan bisnis dengan sukses
* Dia menggunakan bisnisnya untuk menghasilkan pendapatan pasif (passive income)
* Dia berekspansi atau menjual bisnisnya

Menurut kamus, definisi “pengusaha” mengikutsertakan kata “risiko”. Ini penting karena untuk menjalankan bisnis Anda harus menginvestasikan uang dan waktu. Ada kemungkinan Anda tidak memperoleh apapun dan bisnis Anda jatuh. Ini bagian dari permainan dan ada tiga hal yang harus Anda sadari sebelum memulai sebuah bisnis.

Pertama, buat intensi. Ini penting karena kebanyakan dari kita hanya ingin menikmati hasil akhir tanpa mau menjalani proses step-by-step. Intensi diperlukan untuk memelihara semangat Anda, terutama ditahap-tahap awal yang berat. Kesempatan Anda untuk menjadi sukses bisa naik 80% dengan kekuatan intensi ini. Anda lebih yakin melangkah dan tidak bingung untuk memulai bisnis.

Kedua, menetapkan tujuan (goals). Alokasikan waktu untuk menuliskan apa saja tujuan Anda berbisnis. Tulis diatas kertas dan letakkan di tempat-tempat yang Anda bisa lihat. Misalnya kaca kamar mandi.

Tujuan diperlukan sehinga Anda konsisten dalam perjalanan bisnis Anda. Kenapa? Karena jalan menuju sukses akan penuh dengan rintangan. Pengusaha sukses meraih kesuksesannya dengan jatuh bangun melewati banyak hambatan di perjalanan. Anda jatuh, Anda bangun lagi. Dua hal yang akan terjadi: Anda akhirnya sukses atau Anda selesai. Kalaupun Anda selesai orang lain akan angkat topi dan menghargai perjuangan Anda. Pengalaman Anda pun semakin kaya.

Ketiga, keberuntungan. Mereka yang sukses tidak bisa bilang mereka tidak beruntung. Keberuntungan sangatlah penting. Tetapi keberuntungan tidak akan datang kalau kita tidak mencoba. Anda harus mencoba sekali, dua kali, dan seterusnya hingga pintu keberuntungan terbuka. Mereka yang sukses diberkahi keberuntungan. Triknya adalah jangan berhenti mencoba sampai akhirnya keberuntungan menghampiri Anda.

Dengan mencoba terus menerus Anda akhirnya menjadi mahir dan mengerti cara paling efektif dalam berbisnis. Okay, banyak orang bilang, “9 dari 10 orang dalam bisnis akan gagal”. Tidak perlu khawatir karena Anda masih punya kemungkinan 10% untuk sukses. Bandingkan dengan kemungkinan menang undian berhadiah. 10% adalah angka yang realistis dan terbuka untuk keberhasilan.

Sekarang bagaimana memulai langkah awal berbisnis. Bisnis adalah tindakan dan tindakan adalah kepanjangan dari pemikiran. Pemikiran sendiri timbul setelah ide turun. Jadi langkah pertama adalah mencari ide tentang bisnis apa yang paling cocok untuk Anda.

Saya memiliki filosofi bahwa ide muncul dari ketenangan didalam. Coba observasi diri Anda dan lihat apa yang Anda punya yang bisa Anda tawarkan ke dunia. Lihat keahlian dan ketrampilan Anda. Kemudian perhatikan sekeliling dan amati kegiatan-kegiatan yang mungkin cocok dengan apa yang Anda punya dan Anda yakin Anda bisa mengerjakannya lebih baik.

Anda bisa memulai dari hal yang Anda suka atau apapun yang Anda biasa lakukan tetapi kali ini buatlah dalam konteks bisnis untuk menghasilkan uang. Ide tidak harus kompleks. Rumah makan Padang ada dimana-mana. Yang ditawarkan adalah makanan cepat saji dari Tanah Minang. Sederhana saja kan? Gunakan kreatifitas Anda untuk membuat itu lebih baik dan jangan terjebak ke mentalitas pekerja yang mengharapkan penghasilan tetap dan aman.

Satu hal lagi adalah faktor waktu. Anda perlu kompromi dengan waktu dan menyadari bahwa waktu adalah teman, bukan pesaing. Proses membutuhkan waktu dan kesabaran. Semakin Anda berlatih Anda menjadi semakin ahli. Satu saat hari yang Anda nanti-nantikan akan datang. Di hari itu Anda mengatakan bahwa Anda tidak menyesal melakukan ini semua. Hari dimana Anda merasakan kesuksesan dari usaha Anda sendiri. (www.pengembangandiri.com)