Senin, 14 Juni 2010

Aki dan Dinamo MOTIVASI


Setidaknya sekali waktu dalam hidup, pasti anda pernah mengalami suatu peristiwa yang begitu memotivasi. Misalnya ketika mengikuti seminar Andrie Wongso, anda merasa termotivasi untuk mengikuti jejaknya yang sukses karena SDTT TBS (Sekolah Dasar Tidak Tamat Tapi Bisa Sukses). Setelah mengikuti ceramah Aa’ Gym, anda seperti tersentuh dan ingin mengubah perilaku menjadi lebih baik.



Ada penyesalan mendalam terhadap berbagai perbuatan buruk yang pernah anda lakukan, ketika anda ikut zikir bersama ustadz Arifin Ilham. Atau anda merasa tersentak ketika suatu ketika kawan dekat anda divonis dokter terkena kanker paru-paru akibat kebiasaan merokok. Anda mungkin merasa, sebagai perokok, anda juga punya potensi yang sama untuk terserang kanker paru-paru. Ketika itu, niat anda bulat untuk berhenti merokok. Motivasi anda untuk meraih apa yang anda inginkan tengah berada pada titik kulminasi atas.

Manusia memang bisa termotivasi oleh berbagai peristiwa yang dialaminya. Ia berkeinginan sembuh dari kecanduan narkotika, terinspirasi oleh para penceramah atau seminaris. Ia mau bekerja keras, karena motivasinya dipompa dalam sebuah seminar. Ketika tersentuh, motivasinya tinggi sekali. Semangat menggelegak. Tapi biasanya, efeknya hanya sementara, karena sebagian besar kembali lagi ke selera asal. Ia kembali ke kebiasaan semula. Perasaan termotivasi itu lambat laun menurun kadarnya, dan akhirnya ia kembali tidak peduli.

Kasus kecanduan rokok, pelatihan yang tidak berpengaruh secara permanen, atau nasihat para pemuka agama yang tidak berhasil diimplementasikan, bermuara pada satu hal, yaitu sumber motivasi.

Ada analogi menarik dari dunia otomotif tentang sumber motivasi. Untuk menghidupkan sebuah mobil, dibutuhkan kekuatan aki. Setelah mobil sudah hidup, maka kekuatan aki sudah tidak dibutuhkan lagi, karena kekuatan sudah berpindah ke dinamo. Apabila dinamo berfungsi dengan baik, tanpa aki pun, mobil masih tetap bisa dijalankan. Mengapa harus ‘switch’ dari aki ke dinamo? Karena aki memiliki daya simpan yang relatif rendah dibanding dinamo.

Aki, adalah sumber motivasi dari luar. Dalam kehidupan manusia, aki bisa berwujud ceramah, zikir, tontonan atau kejadian, yang secara langsung membuat manusia ‘tersentuh’. Karena daya simpannya lemah, kekuatannya mudah menurun atau bahkan habis. Dinamo, adalah sumber motivasi dari dalam. Dalam kehidupan manusia, dinamo analog dengan ketetapan hati untuk meraih tujuan hidup.

Ini yang menarik. Ketika seseorang merasa termotivasi karena seminar, ceramah atau mengalami kejadian menarik, orang itu telah menggunakan ‘aki’ dalam tubuhnya. Sayangnya, ia tidak mengubah ‘switch’ motivasinya ke ‘dinamo’. Karena daya simpannya rendah, maka lama-kelamaan motivasi itu habis, dan ia membutuhkan ‘aki’ baru.

Bandingkan jika ia mengubah sumber energinya ke dinamo. Apapun yang terjadi, sumber motivasi dari dalam itu akan terus bertahan. Ketetapan hatilah yang membuat seorang Muhammad SAW teguh dengan Islamnya, sekalipun dalam beberapa tahun periode awal dakwah, pengikutnya masih sedikit jumlahnya. Ketetapan hatilah yang membuat Edison tahan menguji hampir 10.000 bahan pembuat bola lampu. Pertanyaannya, sudahkah anda menswitch sumber motivasi anda ke dinamo pribadi bernama ketetapan hati?

(jay Terorist_Dimuat di Majalah KHAlifah, Edisi Agustus 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar