Rabu, 22 Juni 2011

Tipe kepribadian dengan MBTI

Membaca kepribadian dan karakteristik seseorang adalah ilmu yang sangat menarik. Sebab kita secara alami tertarik pada diri sendiri dan hubungan sosial dengan orang lain. Mungkin kita pernah mendengar tipe-tipe kepribadian seperti kholeris, sanguinis, melankolis & phlegmatis. Tetapi, sampai hari ini belum ada teori maupun alat (tes) yang bisa menjelaskan 100% akurat mengenai kepribadian dan perilaku seseorang. Sebab manusia itu unik. Hampir tidak ada manusia yang sama satu sama lain, walaupun mereka kembar identik. 
Adalah  MYERS-BRIGGS TYPE INDICATOR (MBTI), sebuah alat test yang membuat teori tipe kepribadian C.G Jung (1921-1971) lebih mudah dimengerti dan digunakan untuk kehidupan orang banyak. MBTI ini berdasarkan pemikiran Jung mengenai persepsi, judgment dan sikap yang digunakan oleh setiap tipe yang berbeda dari individu. Persepsi adalah kemampuan psikologis individu untuk sadar pada hal-hal, orang-orang dan ide-ide. Judgment melibatkan berbagai cara untuk menyimpulkan apa yang telah dipersepsikan individu tersebut. Kalau orang berbeda satu sama lain ketika mempersepsikan sesuatu ketika melakukan judgment, maka perbedaan ini juga mempengaruhi minat, ketrampilan, nilai-nilai serta reaksi mereka. 

MBTI digunakan untuk mengidentifikasi, dari laporan diri seseorang, untuk mengenali reaksinya dengan mudah juga menjadi preferensi dasar dari orang-orang tentang persepsi dan judgmentnya. Dalam MBTI mengandung empat preferensi dasar (Index), seperti dalam teori Jung, yang langsung berhubungan dengan cara orang mempersepsikan sesuatu dan mengambil kesimpulan tentang hasil persepsi itu (judgment).

Extraversion-Intraversion (EI).
Index EI dirancang untuk merefleksikan apakah seseorang itu extravert atau introversi. Jung (dalam Myers & McCaulley, 1985) sendiri mengatakan bahwa extraversion dan intraversion ini “saling melengkapi”. Perbedaannya adalah bagaimana seseorang memelihara tegangan antara hal-hal yang individual atau hal-hal yang bersifat dunia luar yang sama-sama dibutuhkan dalam hidup orang tersebut. Seorang yang extravert  berorientasi pada dunia luar; jadi mereka cenderung untuk lebih fokus pada persepsi dan judgment mereka pada orang-orang lain dan benda-benda. Di lain pihak seorang introvert yang orientasinya terutama pada dunia dalam cenderung lebih fokus pada persepsi dan judgment tentang konsep-konsep dan ide-ide.

Sensing-Intuition (SN)
Index SN dirancang untuk merefleksikan  preferensi seseorang pada dua cara yang bertolakbelakang dalam mempersepsikan sesuatu. Tipe S lebih mengandalkan proses persepsi kenyataan, data dan kejadian yang dapat diobservasi dengan kelima indra. Sedangkan N tidak terlalu mengandalkan observasi fakta-fakta tetapi mempersepsikan sesuatu dengan menghubung-hubungkan arti dan/atau kemungkinan-kemungkinan yang melewati kesadaran yang konkrit.

Thinking-Feeling (TF)
Index TF dirancang untuk menggambarkan preferensi seseorang tentang dua cara judgment yang kontras. Seseorang dapat tergantung pada pemikiran (T) ketika memutuskan sesuatu berdasarkan konsekuensi logis yang tidak melibatkan perasaannya atau seseorang lain (F) yang mengandalkan nila-nilai pribadi dan sosial ketika mengambil keputusan.

Judgment-Persepsi (JP)
Index JP dirancang untuk menggambarkan proses yang dilakukan seseorang ketika berhadapan dengan dunia luar. Ada orang yang memilih menggunakan kemampuan judgmentnya (apakah itu thinking atau feeling) ketika berhadapan dengan dunia luar (J) dan ada orang yang lebih cenderung menggunakan proses persepsinya (baik S atau N) ketika berhubungan dengan dunia luar (P)

Bandingkan sekarang dengan kartu Tarot (nusantara-red) sebagai pola dasar yang dapat berhubungan dengan Psikologi Analitis. Carl Gustav Jung  yang memberikan gambaran  terutama pada Arcana Mayor, dapat digunakan secara efektif dalam terapannya. Kita, dengan bantuan terapis, melaksanakan, membaca atau menggunakan beberapa kartu untuk menceritakan sebuah cerita dan kemudian mendiskusikan kemungkinan arti dari simbol-simbol dalam kata-kata sendiri. Kita kemudian menghubungkan arti simbolis  dalam masalah kita dengan banyak cara yang sama seperti dalam analisis-analisis  Jung.

Proses tebaran bisa dijelaskan dengan menggunakan model Kemungkinan dan Kekacauan/acak.  Dimana setiap kartu-kartu yang disebarkan memberikan kesempatan bagi kita menggerakkan stimulasi pikiran bawah sadar  dan menuntun kita untuk menggunakan perubahan-perubahan yang diinginkan.  Memang terkesan pola yang acak, spontas dan mengikuti naluri ketika mengambil kartu, memberi kesan sebagai sebuah permainan yang berlangsung melalui proses pilihan, stategi, peristiwa acak, penemuan dan  insprasi. Tetapi sesungguhnya cara yang konvensional  ini memberi peluang yang efektif sebagai alat belajar dan bila hal ini dikorelasikan dengan ‘permainan’ yang  digunakan dalam berbagai alat penilaian, seperti Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) yang mengukur IQ dengan memanfaatkan teka-teki dan Tematik Apperception Test (TAT) yang menggunakan foto ambigu untuk merangsang bercerita proyektif , akan sangat mirip kesamaannya.

Ketika  dapat  digunakan sebagai alat psikologis untuk melihat ke dalam ketidak-sadaran. Dan ketika Tarot sangat dihormati Rorschach dan tes Apersepsi Tematik (Schueler & Schueler, 1994). Maka Tarot mampu  menggambarkan sebagai  "sistem yang bisa  diterima oleh banyak sumber terhormat seperti  Carl G Jung, yang melihat sebagai  pola kesempurnaan dengan pola dari ketidak-sadaran kolektif"

Carl Gustav Gustav  melihat semua gambar Tarot sebagai "turun dari pola transformasi". Pola ini meliputi beberapa pola utama yang dihadapi selama proses pematangan psikologis yang ada dalam pikiran dan tubuh manusia , termasuk bayangan, anima dan rasa permusuhan, orang tua yang bijak dll. Didalam Tarot juga berisi simbol yang mewakili pola penting lainnya dari proses transformatif seperti pola Ibu (Ratu.III), Ayah (Raja.IV), Kebijaksanaan (Ahli Tafsir Agama.V), Pengorbanan (Laki-laki tergantung.XII), Keseimbangan (Kesederhanaan.XIV), dll. Dalam psikologi analitis Jung, pola ini terdiri dari komponen dinamik utama ketidak-sadaran yang mempengaruhi jiwa manusia dengan berbagai cara.

Dengan demikian ini adalah sebuah sistem yang saling berhubungan , dinamis, komplek dan pola sistem kehidupan (biasanya disebut sebagai sistem yang mengatur dirinya sendiri ) dan ini merupakan tatanan struktur Disipatif yang oleh  I.Prigogine pemenang Hadiah Nobel Kimia 1977 mendefinisikan sebagai struktur yang mengambil dan menghilangkan ‘energi ‘ seperti kita berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Sebuah sistem disipatif, tidak harus  menghemat energi, tetapi  menimbulkan proses tersendiri  seperti pertumbuhan organisme berpengaruh terhadap pola dan sistim lingkungan. (Nicolis & Prigogine, 1989).

Kita (manusia) adalah sistem yang selalu menunjukkan ketidak-seimbangan hidup dan  sistem disipatif adalah mereka yang mampu mempertahankan identitas diri kita, hanya karena kita mau terbuka untuk  menerima aliran energi, materi atau informasi dari lingkungan kita sendiri.  Dan tidak hanya tubuh kita yang memiliki sistem disipatif, tapi jiwa kita juga. Ego, yang  ditunjuk oleh Jung sebagai ego kompleks, karena berbagai komponen dan proses  terbentuk dengan sendirinya,  ia juga mengajarkan bahwa ego merupakan hal kompleks yang ada di dalam jiwa. "Jiwa adalah sebuah sistem yang mengatur diri sendiri yang menjaga keseimbangannya sama seperti tubuh ini" (Jung, 1954/1985). Dan menunjuk jiwa menjadi sistem yang mengatur diri sendiri, (Jung - 1968), dipertegas juga bahwa "Mimpi adalah reaksi alami dari sistem psikis mengatur diri sendiri". Dengan asumsi jiwa menjadi sistem dinamik yang kompleks, serta sistem disipatif, kita bisa melihat melalui lensa pengetahuan modern.

Dengan demikian Jung  menganggap bahwa psike manusia memiliki lapisan-lapisan, dan proses mengintegrasikan lapisan-lapisan tersebut dilakukan melalui perluasan tingkat kesadaran dan Jung menyebutnya sebagai layers of psyche function karena adanya energi pada setiap lapisan. Energi-energi tersebut mengekespresikan dirinya dalam sebuah mode karakteristik  dari berfungsinya kepribadian. Maka Jung mengidentifikasikan lapisan-lapisan dari fungsi ini dalam tipologi Tarot seperti yang dijelaskan diatas melalui alat test MBTI yaitu:


                                            Tipologi Jung dan Kategorisasi dalam Tarot 

Teori Jung mengajarkan bahwa mimpi adalah sebuah gambar yang harus dipahami secara simbolis dan pola dasar insting yang mendorong untuk terbukanya simbol, interpetasi inilah yang membedakan dengan tanda atau sinyal.

Sebuah pemahaman tentang simbol  yang benar sesungguhnya tidak pernah dapat sepenuhnya dijelaskan secara detail, tetapi sebuah tanda dapat sepenuhnya dijelaskan sejauh ego sadar yang bersangkutan telah berfungsi. Simbol sendiri adalah sebuah pola dasar, dan kita menyajikannya secara lisan dalam bentuk tanda.  Sehingga kita dapat mengatakan, bahwa pada akhirnya intrepetasi yang kita katakan adalah sebuah pawenjatahanan simbol tipikal.

Kemudian Jung juga menyatakan bahwa "Dalam mimpi kita, kita hanya sebagai bersegi banyak seperti dalam kehidupan sehari-hari kita, dan hanya karena Anda tidak bisa membentuk sebuah teori tentang aspek-aspek banyak kepribadian sadar, maka anda tidak dapat membuat teori umum dari mimpi". Lalu ia juga menunjukkan bahwa sementara simbolisme mimpi pribadi bervariasi dengan pemimpi, impian simbolisme universal adalah memungkinkan untuk ditafsirkan. "Pada tingkat kolektif mimpi, praktis tidak ada perbedaan dalam diri manusia, sementara ada perbedaan pada semua tingkat pribadi". Ketika menganalisa mimpi, Jung menunjukkan bahwa kita; "menolak semua pendapat yang terbentuk sebelumnya, namun tahu bahwa mereka membuat kita merasa, dan mencoba untuk menemukan hal-hal yang berani  bagi klien". Maka kita harus mempertimbangkan karakteristik  kepribadian, agama, dan keyakinan moral setiap kali kita membahas simbolisme mimpi.

Seorang psikolog Nichols Amerika mengatakan bahwa "Gambar-gambar pada kartu Tarot menceritakan kisah simbolik seperti impian kita, ia datang kepada kita dari tingkat yang di luar jangkauan kesadaran dan jauh dari pemahaman intelektual kita". Menurut pandangan ini, kartu Tarot dapat diinterpretasikan dalam cara yang sama dengan analisis mimpi Jung.

Maka dengan  pola-pola kemungkinan pada setiap permainan Tarot akan sangat memungkinkan  mendorong intusisi kita mengejar impian-impian yang tertanam dalam bawah sadar dan merefleksikan dengan cara-cara pengambilan yang acak. Mari kita mencoba dan melakukan kajian spesifik dengan menggunakan karakteristik MBTI, dan dinamika kepribadian dengan Tarot Psikologi untuk menemukan resolusi pada tiap permasalahan sesuai dengan tipe kepribadian. Selamat Mencoba ....


Hisyam A Fachri
Consultant and Therapist Mind Hypnosis in Psychological

Tidak ada komentar:

Posting Komentar