Jumat, 03 Juni 2011

Berpendapat (kultwit salimafillah)

1. #Berpendapat adalah hak yang sangat terhormat di dalam agama ini. Quran mengisah, anak kecil hingga malaikat pendapatnya layak didengar.
2. Anak kecil yang sering dianggap akalnya belum sempurna, oleh ayah nan bijaksana diminta #berpendapat terkait perintah Allah (QS 37: 102).
3. Sebagai kontras, demikian jua malaikat nan tercipta dari cahaya, akal sempurna tanpa hawa #berpendapat pada penciptaan olehNya (QS 2: 30).
4. #Berpendapat-lah, sungguh ia sendi beragama kita. Pendapat baik; olahan akal, alaman rasa, & susunan kata bisa menjadi ibadah berharga.
5. Agama ini beri ruang luas #berpendapat, selama ia berkenan berdiskusi dengan wahyu & nurani; urusan paling remeh hingga nan amat serius.
6. Ibrahim misalnya di QS 37: 102, yakin bahwa menyembelih putranya ialah perintah Allah. Tetapi ia tak langsung menetak leher. #berpendapat
7. Ibrahim mengajarkan: seyakin apapun kita bahwa suatu hal adalah perintah Allah; meminta pihak terkait tuk #berpendapat adalah kemuliaan.
8. Maka saya cenderung ittiba’ ulama nan #berpendapat, ie: penerapan syari’at juga harus melalui pembicaraan dengan siapapun nan terdampak.
9. Allah tak pernah menghendaki agama ini jadi belenggu pemaksa, dan tak menghajatkan keberagamaan nan terpaksa. #berpendapat itu terhormat.
10. Jika pada hal yang jelas bahwa ianya perintah Allah saja kita dibimbing untuk mendengar mereka nan #berpendapat, apalagi nan selain itu.
11. Maka prinsip pertama dalam #berpendapat adalah: bersedialah mendengar. Sebab yang tak mau mendengar kehilangan kelayakan untuk didengar.
12. Teringat kita betapa sabar Nabi dengarkan ‘Utbah ibn Rabi’ah #berpendapat. Padahal yang dia ucapkan adalah caci maki, fitnah, & umpatan.
13. Di saat ‘Utbah telah berhenti bicara pun, Nabi masih tersenyum mesra & bertanya, “Adakah kau sudah selesai hai Abul Walid?” #Berpendapat
14. Saat ‘Utbah berkata, “ya”, beliaupun bersabda, “Aku telah mendengarkanmu hai Abul Walid. Kini berkenankah kau simak aku?” #Berpendapat
15. Maka terlantunlah kalam suci & terpesonalah ‘Utbah, duta Quraisy itu. Dia mendengarkan sebab Muhammad sedia mendengarnya. #Berpendapat
16. ‘Utbah pulang dengan ubah sikap. “Menurutku”, ujarnya, “Jangan kalian musuhi Muhammad. Kalau bangsa Arab mengalahkannya..” #Berpendapat
17. “..kalian tak rugi. Tapi jika Muhammad menang, jadi kemuliaan kalian juga.” Maka berkuranglah 1 tokoh penentang keras. #Berpendapat
18. Dengarkanlah siapapun nan #berpendapat, apapun pendapatnya, & bagaimanapun cara dia mengungkapkannya. Ini bekal tuk menjadi berpengaruh.
19. Adapun cara terbaik bagi kita tuk #berpendapat adalah dengan hikmah. Itulah cara utama & paling berhasil bawakan kebenaran (QS 16: 125).
20. Apa itu hikmah? Kata Ibn Al Qayyim: segala kemanfaatan yang kita hadirkan, dinilai dari sudut pandang mitra bicara & ‘amal. #Berpendapat
21. Mengenali sekaligus menghormati sudut pandang mitra bicara dalam #berpendapat itulah yang antar Ibrahim sukses berdakwah (QS 6: 74-79).
22. NOTE (QS 6: 74-19) ditegaskan Al Qurthuby dalam Al Jami’ BUKAN kisah Ibrahim mencari tuhan, melainkan kisah strategi da’wah. #Berpendapat
23. Cara #berpendapat selanjutnya yang diisyaratkan QS 16: 125 adalah mau’izhah (nasehat, bimbingan). Ia disyarati harus ‘hasanah’ (baik).
24. Dibanding hikmah, #berpendapat dengan mau’izhah hasanah punya kelemahan: memposisikan diri ‘lebih’ daripada mitra. Kadang tak diterima.
25. Mau’izhah hasanah mudah diterima oleh nan punya iman (kehendak berbaik) . Yang ingkar takkan bergeming #Berpendapat
26. Maksud baik menasehati kadang bersambut; “Memang kamu siapa? Ayah-ibu yang tiap hari kasih makan saja tidak cerewet kok!” #Berpendapat
27. Sebelum masuk ke cara #berpendapat nan ketiga: debat, menurut para mufassir, tutur Al Qaradlawy dalam Fi Fiqhil Aulawiyat, QS 16: 125…
28. …itu tertib lafazh “hikmah-mau’izah-jidal” ialah urut efektivitas & urut prioritas nan harus diambil dalam metode dakwah. #Berpendapat
29. Maka debat adalah cara terberat & tersulit bawakan kebenaran. Allah syaratkan ia harus “billati hiya ahsan” .#Berpendapat
30. Betapapun debat itu caranya terbaik, oleh orang terbaik berakhlaq terbaik, belum tentu bisa bawa mitra cakap pada kebenaran. #Berpendapat
31. Seiring mentakjubi Ibrahim di kisah Al Quran, mari juga ambil pelajaran saat dia memenggal berhala kaumnya, lalu ditangkap. #Berpendapat
32. “Tanya saja patung itu!”, ujar Ibrahim saat diinterogasi. Hujjahnya tak terbantah, kaumnya terbungkam. Berimankah mereka? #Berpendapat
33. Tidak. Justru Ibrahim dibakar. Yang menghancurkan, dibalas lebih mengerikan. Bagi kita, kata Ibn Al Qayyim, ini tak boleh. #Berpendapat
34. Menolak suatu kejahatan, jangan hingga melahir kejahatan lebih besar. Adapun Ibrahim, mulialah dia dalam penjagaan Allah. #Berpendapat
35. Ibrahim lalu sadar berdebat dengan khalayak awam itu tak efektif. Akal sehat tertutup riuh hawa nafsu. Otot yang maju dulu. #Berpendapat
36. Selektif: maka Ibrahim pilih tokoh paling intelek, berkuasa, & berpengaruh untuk didebat. Konon namanya Namrudz (QS 2: 258). #Berpendapat
37. “Tuhanku menghidupkan & mematikan”, ujar Ibrahim. Raja itu hadirkan 2 tawanan; 1 dibunuh, 1 dilepas. “Aku juga!”, katanya. #Berpendapat
38. “Tuhanku datangkan mentari di timur, coba datangkan ia dari barat!”, sanggah Ibrahim. Hujjah dahsyat. Raja itu terbungkam. #Berpendapat
39. Tapi berimankah dia? Tidak. Ibrahim malah diusir dari negerinya. Memenangkan kebenaran bukan cuma soal memenangkan argumen. #Berpendapat
40. Memenangkan kebenaran adalah soal memenangkan hati. Dan hati, -tak seperti akal-, tak bisa takluk pada argumen semata-mata. #Berpendapat
41. Hati tunduk oleh akhlaq mulia. Jika hati sudah jatuh cinta pada pekerti, tak diberi hujjahpun dia kan cari dalilnya sendiri. #Berpendapat
42. Sebab itulah Nabi jaminkan rumah di surga justru bagi mereka yang ‘mengesampingkan’ kebenaran, demi harmoni & akhlaq mulia. #Berpendapat
43. “Kujaminkan sebuah rumah di surga bagian bawah bagi yang menahan diri dari berbantah, meski di pihak benar.” (HR Abu Dawud). #Berpendapat
44. Tersampaikannya kebenaran sekedar jadi prioritas selanjutnya jika disanding upaya menaklukkan hati dengan berakhlaq mulia. #Berpendapat
45. Bukannya kebenaran itu ditutupi. Ia hanya ditahan sejenak untuk disampaikan dengan cara yang indah & di waktu nan tepat. #Berpendapat
46. Maka tugas seorang beriman adalah mengatakan yang baik (benar isinya, indah caranya, tepat waktunya); atau diamlah dulu. #Berpendapat
47. Kita didengarkan bukan sebab suara keras. Kita didengarkan, ditaati, & berpengaruh, sebab hati mitra bicara siap menerima. #Berpendapat
48. Proses termudah membuat hati mitra bicara siap mendengarkan ialah dengan hikmah: kebermanfaatan kita yang dirasakan olehnya. #Berpendapat
49. Itu luas sekali. Makna “da’wah”, salah-1-nya ialah undangan makan. Maka ia itu kebermanfaatan dalam ukuran lahir & batin. #Berpendapat
50. Abu Bakr menyerahkan 40.000 dirham (lk Rp 1,8M) pada Nabi di hari pertamanya masuk Islam. Itu untuk proyek sosial da’wah. #Berpendapat
51. Begitulah; kelayakan didengar dalam #berpendapat juga sangat ditentukan oleh kebermanfaatannya; spiritual, intelektual, maupun material.
52. Al Walid ibn Al Mughirah si penentang Quran, dihinakan Allah di QS Al Balad dengan diperbandingkan pada Nabi nan penuh amal. #Berpendapat
53. Seolah dikatakan, Al Walid didengar hanya semata karena dia pemuka. Sementara Nabi menempuh ‘jalan yang mendaki lagi sukar’. #Berpendapat
54. Itulah ‘aqabah: membebas budak, memberi makan di hari sulit untuk yatim & melarat. Lalu menyeru dengan sabar & penuh kasih. #Berpendapat
55. Maka sempurnalah syarat bagi Nabi untuk -seharusnya- didengar. Pertama: reputasi. Dia Al Amin, terpercaya tak pernah dusta. #Berpendapat
56. Kedua, kebermanfaatan: dia penyantun bagi semua nan terpinggir, penjalin harmoni silaturrahim, & dia amanah jalankan usaha. #Berpendapat
57. Ketiga; dia kedepankan akhlaq mulia bawakan bimbingan: kesabaran & kasih sayang. Tapi ternyata, beliaupun masih ditentang. #Berpendapat
58. Maka bagaimana bisa kita.. T_T ..yang tak miliki ketiga hal itu berharap selalu didengar & ditaati kalau #berpendapat? Rabbighfir lii..
59. Hal pertama dari Sang Nabi, sungguh berat dimiliki. Maka nan berlapang harta & jiwa, upayakan miliki nan kedua juga ketiga. #Berpendapat
60. Jika hal ke-2 Sang Nabi (kebermanfaatan material) juga sulit sebab terbentur kondisi, mutlaklah kita punya nan ke-3: akhlaq. #Berpendapat
61. Jadikan santun sebagai pengindah kebenaran. Sebab, yang benar tapi tak santun melunturkan hormat khalayak pada kebenaran. #Berpendapat
62. Perkuat kebenaran dengan kecerdasan. Tak semua yang sesat harus ditanggapi, jika justru membuatnya bangga dalam kebebalan. #Berpendapat
63. Maaf jika ini kasar: tapi kadangkala, lisan kita memang terlalu mulia untuk bicarakan orang atau hal tertentu. Jagalah itu. #Berpendapat
64. Percantik kebenaran dengan kerendahan hati. Sebab sombong setitikpun bagai nila; merusak kebenaran yang bak susu sebelanga. #Berpendapat
65. Tugas kita adalah sampaikan kebenaran. Bukan membuat kebenaran itu terhina sebab cara nan tak indah & waktu yang tak tepat. #Berpendapat
66. Perhatikan kebaikan yang mengintip. Terpesonalah pada kebajikan yang kadang tersembul sedikit & malu-malu. Tumbuhkanlah. #Berpendapat
67. Mari mengingat sejenak kisah pembunuh 99 nyawa dari Bani Israil itu. Apa yang menjadikannya membunuh untuk ke-100 kalinya? #Berpendapat
68. Rahib ahli ibadah yang ditanya “Telah kuhabisi 99 jiwa, mungkinkah taubatku diterima?”, agaknya tercekam oleh kata ‘bunuh’. #Berpendapat
69. Dalam ilmunya yang terbatas, yang dia tahu Taurat menegaskan membunuh satu jiwa sama dengan membinasakan seluruh kehidupan. #Berpendapat
70. Baginya, membunuh semut saja berdosa, apalagi merampas 99 nyawa manusia. Maka cekaman itu melalaikannya dari kata “taubat”. #Berpendapat
71. Padahal “taubat” itulah kebaikan nan mengintip samar, harus dikenali & dihargai. Gagal menangkapnya melahirkan tragika. #Berpendapat
72. Tewaslah sang ‘abid sebagai korban ke-100. Lalu jumpalah si pembunuh dengan ‘Alim yang tersenyum, memuji, membesarkan hati. #Berpendapat
73. Seberkas senyum kecil & pujian sederhana, bisa membuat jiwa rapuh kembali percaya bahwa dia berhak & layak berbuat baik. #Berpendapat
74. Begitulah sang pembawa cahaya & sang penuntun ke surga memulai bimbingannya; penghargaan, ketulusan, & arahan penuh cinta. #Berpendapat
75. Bahkan si Badui yang mengencingi Masjid itupun dilihat Sang Rasul sebagai bibit kebaikan yang tak layak dicela & disakiti. #Berpendapat
76. Banyak orang bermaksud baik di sekitar kita. Kadang kita terlanjur menyangkanya buruk sebab kasar, jahil, dan tak beradab. #Berpendapat
77. Banyak juga orang yang sebenarnya merasa sakit saat menista. Hanya saja luka di dalam jiwanya telanjur menguarkan dendam. #Berpendapat
78. Ada sebagian penista kebenaran, awalnya sebab terluka oleh orang shalih. Lalu syaithan & kejahatan berbaikhati pada mereka. #Berpendapat
79. Luka itu makin menganga. Kita ingat pesan Nabi, “Janganlah kalian membantu syaithan atas saudaramu!” Jadilah penuh kasih. #Berpendapat
80. Ahli kebenaran, berbaik hatilah;) Sebab kita lebih berhak untuk lakukan semua itu dibanding kejahatan yang merusak mereka. #Berpendapat
81. Mari beradu hujjah dan #berpendapat senantiasa dalam santun akhlaq & kata mulia. Sebab di jiwa ini, kita tak punya yang hina-hina. ;)
82. Juga jangan henti mendoakan tiap yang terlalu; jiwa yang lara & gelap sangat menantikannya. Kita meneladani Nabi atas itu. ;)  #Berpendapat
83. Demikianlah #berpendapat. Dan ini semua pun hanya pendapat. Moga berkenan ya Shalih(in+at), mohon masukan selalu atas yang tersilap. ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar